Jumat, 10 September 2010

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER

Ditulis oleh Sri Maryuni N,S.Pd

Saat ini ada lagi masalah yang sedang terjadi dan menjadi perbicangan hangat di media masa yakni hilangnya seorang remaja yang ternyata pergi dengan teman kencannya yang dikenalnya di FB,makin maraknya tawuran remaja,banyaknya remaja yang kecanduan situs-situs porno,banyaknya remaja yang menjadi korban narkoba,kriminalitas berdasi makin marak diperbincangkan.Kalau kita mencermati apa yang terjadi di sekitar kita tentunya kita akan bertanya apakah ini tanda-tanda kerusakan zaman.Sekarang kita cermati pendapat Thomas Lickona - seorang profesor pendidikan dari Cortland University - mengungkapkan bahwa ada sepuluh tanda-tanda jaman yang harus diwaspadai karena jika tanda-tanda ini sudah ada, maka itu berarti bahwa sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda yang dimaksud adalah : (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2)penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri,seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas. (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, (6) menurunnya etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, (8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, (9) membudayanya ketidakjujuran, dan (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama. Jika dicermati, ternyata kesepuluh tanda jaman tersebut sudah ada di Indonesia.
Yang perlu kita cermati selain sepuluh tanda-tanda jaman yang sudah disebutkan di atas , masalah lain yang tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah sistem pendidikan dini yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan (afektif, empati, dan rasa). Padahal, pengembangan karakter lebih berkaitan dengan optimalisasi fungsi otak kanan. Mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan karakter pun (seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada prakteknya lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan, atau hanya sekedar “tahu”).Padahal, pembentukan karakter harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan yang melibatkan aspek “knowledge, feeling,loving,danacting”. pembentukan karakter dapat diibaratkan sebagai pembentukan seseorang menjadi body builder (binaragawan) yang memerlukan “latihan otot-otot akhlak” secara terus-menerus agar menjadi kokoh dan kuat. Pada dasarnya, anak yang kualitas karakternya rendah adalah anak yang tingkat perkembangan emosi-sosialnya rendah, sehingga anak beresiko besar mengalami kesulitan dalam belajar, berinteraksi sosial, dan tidak mampu mengontrol diri. Mengingat pentingnya penanaman karakter di usia dini dan mengingat usia prasekolah merupakan masa persiapan untuk sekolah yang sesungguhnya, maka penanaman karakter yang baik di usia prasekolah merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Thomas Lickona (1991) mendefinisikan orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral—yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia lainnya. Pengertian ini mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Aristoteles, bahwa karakter itu erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus menerus dilakukan.Menurut Berkowitz (1998), kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar (cognition) menghargai pentingnya nilai-nilai karakter (valuing). Misalnya seseorang yang terbiasa berkata jujur karena takut mendapatkan hukuman,maka bisa saja orang ini tidak mengerti tingginya nilai moral dari kejujuran itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan karakter memerlukan juga aspek emosi. Menurut Lickona (1991), komponen ini adalah disebut “desiring the good” atau keinginan untuk berbuat baik.

Untuk mengatasi penyakit masyarakat dan berbagai persoalan yang terjadi belakangan ini serta meningkatnya kualitas pendidikan seperti yang telah disebutkan di atas dan berdasarkan pandangan dari beberapa tokoh yang tertulis di atas ternyata pendidikan karakter diharapkan mampu menjadi modal dasar untuk mengatasi masalah.Selain mengatasi permasalahan dimasyarakat pendidikan karakter sangat diperlukan sebagai bekal bagi generasi muda yang kelak akan menjadi pemimpin. Pembentukan karater bagi pemimpin tidak dapat dilakukan dengan cara menghapal atau menghitung, karena ini melekat dalam diri setiap manusia dan tergantung dari kemauan diri. Karakter hanya dapat diajarkan kepada generasi muda dengan contoh dan teladan. ”Siswa harus belajar dari pelajaran sejarah dunia. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengandalkan sumber daya manusia bukan sumber daya alam. Karena itu siswa perlu menyiapkan diri dari sekarang, Selain pendidikan karakter, keterampilan dan pengetahuan juga harus disiapkan. Keterampilan dan pengetahuan harus terus ditingkatkan sesuai dengan standar global.

Sumber :www.ihf‐sbb.org IHF Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar